Kadang kita baru merasakan sesuatu itu berkah atau nikmat ketika hal tersebut diambil dari kita. Sometimes we take it for granted. Salah satunya adalah pekerjaan. Apalagi di masa pandemi seperti ini, ketika masih memiliki pekerjaan, itu merupakan salah satu berkah. Sejak pandemi saya jadi punya kesadaran kalau saya memang suka bekerja dan punya kerjaan. Rasanya saat awal-awal pandemi, bengong dan tidak mengerjakan apapun terlihat menyenangkan. Tapi setelah tiga hari, rasanya badan pegel-pegel dan malah jadi berasa sakit. Ternyata bergerak dan bekerja itu merupakan hal yang saya nikmati. Rasanya senang sekali ketika punya kesibukan. Tapiiii meskipun senang bersibuk ria, bukan berarti saya ga mengeluh ya. Tetep aja ketika kerjaan banyak, ga punya waktu buat baca buku atau nonton drama, saya suka mengeluh. Apalagi ketika dikejar-kejar garis mati a.k.a deadline, berasa kayak habis lari sprint.
Meskipun begitu bekerja dan sibuk itu perlu diimbangi dengan istirahat dan melakukan kegiatan yang menyenangkan juga. Saya merupakan penganut work life balance. I do love my work, but doesn’t mean I live to work. Jangan sampai kebalik, malah sibuk bekerja sampai lupa sama hidup sendiri. Oh jangan salah, temen-temen saya yang pegawai korporat menjadi sibuk bekerja hingga tidak ada waktu untuk kehidupan pribadinya. Beneran ga sehat. Bahkan sejak pandemi mereka bisa bekerja nyaris 24 jam 7 hari seminggu. Pelukin orang-orang yang kerjanya begini. Kalau kerjanya sudah seperti ini, ga mungkin banget kalau ga ngeluh. Mau sebersyukur dan merasa berkah masih punya pekerjaan, tapi kalo diperbudak tetep aja lelah ya.
Beberapa hal yang suka saya bilang ketika temen-temen saya ini curhat dan berada dalam keadaan dilema -bersyukur punya kerja, tapi ya capek dan pengen ngambek karena ga punya waktu napas- : ga apa apa kalau mau mengeluh. Karena mengeluh juga mengeluarkan emosi negatif yang jadi stressor untuk diri sendiri. Dari pada dipendem dan ujung-ujungnya jadi sakit, lebih baik dikeluarkan.
Hal lain yang perlu dilakukan adalah membangun batasan. Sampai sejauh mana pekerjaan perlu dilakukan dan hingga jam berapa. Pekerjaan itu kan ga ada habis-habisnya yah, dan setiap hari akan selalu ada pekerjaan baru yang menunggu. Ketika kita memaksakan diri terus bekerja tanpa kenal istirahat, orang-orang sekitar pun menjadi terbiasa untuk memberikan kita pekerjaan terus menerus. Makanya batasan itu penting banget. Harus submit dokumen tertentu itu penting, tapi ketika itu harus dilakukan pukul 12 malam? Apa yang menerimanya akan langsung membaca di jam itu? Atau memang korporasinya bekerja sama dengan perusahaan yang beda zona waktu? Kalau jawabannya engga, sebenarnya bisa dilakukan besok pagi ga sih?
Satu lagi yang sering saya ingatkan untuk temen-temen saya ini adalah jangan lupa buat nafas. Cara kita bernafas itu memberitahu banyak hal mengenai kehidupan kita. Apakah tipe yang cepat dan terburu-buru? Atau tipe yang lambat dan tenang? Atau tidak teratur? Saat menyadari tipe nafas kita, saat itu juga kita punya kontrol terhadap diri. Ketika lagi stres dan capek banget, coba untuk bernafas lebih pelan dari pada biasanya. Saya suka pakai perhitungan 5 ketukan untuk menarik udara masuk – 5 ketukan menahan nafas – 7 ketukan untuk mengeluarkan udara. Ketika kita bisa lebih lama mengeluarkan udara dari dalam badan, semkkin tenang diri kita.
Bekerja itu penting dan merupakan berkah, oleh karena itu jangan berakhir dengan mengorbankan fisik dan mental juga.