Ga pernah ada manual book untuk menghadapi kematian orang terdekat.
Begitu pun saat saya mendengar dering hp pukul 04.30 di hari Jumat, 12 Januari 2024. Saat itu saya baru bangun dan masuk ke kamar mandi. Perasaan saya sudah ga enak, ada berita apa ini?! Lalu mama pun mulai terdengar menangis. Segera saya keluar dari kamar mandi, menuruni tangga, dan menghampiri mama. Uwo, kakak tertua dari mama meninggal. Salah satu tante saya menelpon dan memberitahu berita tersebut. Saya pun mendekap mama yang menumpahkan kesedihannya. Lalu kami pun disibukkan dengan memberi tahu keluarga yang lain dan mengatur pemberangkatan menuju rumah almarhumah yang berada di Subang serta memastikan tempat pemakaman di area Soreang. Kakak beradik yang usianya sudah tidak muda itu pun berbagi tugas, siapa yang ke Subang, siapa yang ke Soreang, dan yang di luar kota mencari tiket menuju ke Bandung. Sementara kami yang ponakan-ponakan ini berbagi tugas siapa yang mengantar orang tua kami, siapa yang bisa datang, siapa yang tidak bisa, dan siapa yang mau menyusul. Selama akhir minggu ini, saudara dan sepupu jauh pun berdatangan silih berganti untuk menjenguk keluarga yang ditinggalkan.
Rasanya belum habis mencerna emosi terkait keluarga terdekat yang meninggal, saya kembali mendapatkan kabar duka. Kali ini dari seorang rekan kerja yang cukup dekat. Ayahnya baru saja meninggal siang ini. Saya segera bertanya kepada beberapa orang agar ada teman berangkat bersama ke rumah duka. Sesampainya di sana, saya pun menemukan banyak sekali teman-teman yang beririsan dengan saya, baik di pekerjaan maupun bertemu di lingkar pertemanan yang lain. Beberapa wajah yang sudah lama tidak bertemu, hadir di malam itu. Kami semua berkumpul untuk memberikan pelukan hangat dan rasa turut berduka cita ke rekan kerja. Sampai saya pulang, tamu-tamu masih banyak yang berdatangan ke rumah duka.
Hingga diperjalanan pulang, saya termenung. Di saat-saat seperti ini, badan dan pikiran terasa buntu dan kaku. Lidah pun seketika kelu. Di saat seperti ini rasanya saya menjadi serba salah saat mau berucap. Saya jadi mengingat ketika bulan lalu, istri dari teman dekat saya pun meninggal. Betapa sedihnya saya dan teman-teman yang lain melihat patahnya teman saya ini. Rasanya sisa-sisa kedukaan itu masih terasa dan sedang diolah, sebelum akhirnya ada berita duka dari keluarga inti mama. Apabila ingin berkata sabar dan dikuatkan, tentu selama ini orang-orang yang ditinggalkan sudah cukup bersabar dan dikuatkan. Pada akhirnya, kami lebih banyak membicarakan mengenai kebaikan-kebaikan dari almarhum, atau pun bertukar kabar dengan orang-orang yang kami temui di tempat duka.
Rasa-rasanya saat dihadapkan pada meninggalnya seseorang, terkadang kita tidak serta merta segera menerima semua emosi yang menghadang. Ada urusan pemakaman, surat kematian, dan juga urusan-urusan lain yang membuat kita terkadang mesti menunda menepuk-nepuk diri sendiri dan mengolah emosi kehilangan ini.
Semoga kerabat terdekat saya, ayah dari rekan kerja, dan juga istri dari teman terdekat saya ini mendapatkan tempat terbaik di sisi Tuhan YME, diampuni dosa-dosanya, dan kita bisa bertemu lagi di surga-Nya.